Rabu, 17 Desember 2008

Empat Potensi Pokok yang 'Menjual'

Tahukah Anda ada empat potensi mendasar dalam diri Anda yang sangat mendukung masa depan Anda? Keempat potensi tersebut
adalah sbb:

Potensi akademik
Potensi akademik merupakan modal utama yang dapat Anda ^Ñjual^Ò sebagai sandaran masa depan. Misalnya, jika Anda
seorang Sarjana Hukum, Anda dapat menjual potensi akademik Anda lewat kantor pengacara, notaris atau lembaga hukum
lainnya. Jika Anda seorang Insinyur Pertambangan, Anda dapat menjual potensi Anda di perusahaan pertambangan, kilang
minyak, dan sejenisnya.

Potensi bakat
Bakat yang dipelihara dan dikembangkan dengan baik dapat mendatangkan keuntungan yang tidak sedikit. Contohnya, orang
yang berbakat di bidang seni suara, jika jalurnya tepat, ia bisa menjadi penyanyi handal dan hebat. Tentu saja materi
Anda akan terdongkrak. Anda yang memiliki bakat ^Ñmengarang^Ò bisa menjadi pengarang ya ng hebat dengan menerbitkan
cerita-cerita fiksi dalam bentuk novel, cerpen, dsb. Semua ini akan mendatangkan keuntungan materi bagi Anda. Jika Anda
mau mengasah dan menyalurkan bakat dengan benar, maka bakat di dalam diri Anda bisa menjadi sandaran masa depan yang
cukup mapan.

Potensi wawasan
Potensi wawasan dimiliki oleh Anda yang berwawasan dan berpengetahuan luas. Potensi ini dapat diasah dengan banyak
membaca dan mengikuti perkembangan berita terkini baik dari dalam maupun luar negeri. Lalu bagaimana caranya menjual
wawasan? Umumnya Anda yang berwawasan luas, otak Anda penuh ide-ide dan gagasan gemilang. Anda dapat mewujudkan ide-ide
Anda tersebut menjadi suatu pekerjaan yang menghasilkan. Contohnya Anda dapat menjadi pembicara pada seminar-seminar,
Anda juga dapat menjadi penulis dan kolumnis dengan menuangkan segala ide dan wawasan Anda. Bahkan dengan wawasan Anda
yang luas, Anda juga bisa menulis buku-buku ilmiah. Kalau hasil karya Anda laku di pasaran, Andap un akan mendapatkan
rejeki yang berlimpah. Tapi perlu diingat, apapun bidang pekerjaan Anda, Anda harus selalu menambah dan meningkatkan
wawasan.

Potensi tenaga
Dalam bidang pekerjaan apapun, selalu membutuhkan tenaga dan kekuatan fisik. Bahkan pada pekerjaan yang mengandalkan
kekuatan pikiran seperti ilmuwan sekalipun, tetap memerlukan tenaga yang kuat. Tanpa fisik yang baik mustahil Anda
dapat bekerja dengan lancar. Tapi tentu saja ada beberapa pekerjaan atau profesi yang lebih banyak mengandalkan tenaga,
atlit misalnya, entah itu atlit angkat besi, bulu tangkis, renang dan lain-lain.

Nah, jika Anda memiliki lebih dari satu atau memiliki keempat potensi tersebut, Anda dapat mengkombinasikannya menjadi
sandaran hidup yang lebih mapan. Atau bisa jadi Anda akan memiliki lebih dari satu profesi. Misalnya dalam keseharian
Anda adalah seorang dokter namun karena anda memiliki bakat melukis, Anda sekaligus menjadi pelukis yang profesional
dan komersial. So, jang an sia-siakan potensi diri Anda. Pelihara dan kembangkanlah potensi Anda sebaik-baiknya. Sukses
untuk Anda...!



INDAHNYA MENAHAN MARAH

 "Siapa yang menahan marah, padahal ia dapat memuaskannya (melampiaskannya), maka kelak pada hari kiamat, Allah akan memanggilnya di depan sekalian makhluk. Kemudian, disuruhnya memilih bidadari sekehendaknya." (HR. Abu Dawud - At-Tirmidzi)

 Tingkat keteguhan seseorang dalam menghadapi kesulitan hidup memang berbeda-beda. Ada yang mampu menghadapi persoalan yang sedemikian sulit dengan perasaan tenang. Namun, ada pula orang yang menghadapi persoalan kecil saja ditanggapinya dengan begitu berat. Semuanya bergantung pada kekuatan ma’nawiyah (keimananan) seseorang.

 Pada dasarnya, tabiat manusia yang beragam: keras dan tenang, cepat dan lambat, bersih dan kotor, berhubungan erat dengan keteguhan dan kesabarannya saat berinteraksi dengan orang lain. Orang yang memiliki keteguhan iman akan menyelurusi lorong-lorong hati orang lain dengan respon pemaaf, tenang, dan lapang dada.


 Adakalanya, kita bisa merasa begitu marah dengan seseorang yang menghina diri kita. Kemarahan kita begitu memuncak seolah jiwa kita terlempar dari kesadaran. Kita begitu merasa tidak mampu menerima penghinaan itu. Kecuali, dengan marah atau bahkan dengan cara menumpahkan darah. Na’udzubillah.

 Menurut riwayat, ada seorang Badwi datang menghadap Nabi S.A.W. dengan maksud ingin meminta sesuatu pada beliau. Beliau memberinya, lalu bersabda, "Aku berbuat baik padamu." Badwi itu berkata, "Pemberianmu tidak bagus." Para sahabat merasa tersinggung, lalu mengerumuninya dengan kemarahan. Namun, Nabi memberi isyarat agar mereka bersabar.
Kemudian, Nabi S.A.W. pulang ke rumah. Nabi kembali dengan membawa barang tambahan untuk diberikan ke Badwi. Nabi bersabda pada Badwi itu, "Aku berbuat baik padamu?" Badwi itu berkata, "Ya, semoga Allah membalas kebaikan Tuan, keluarga dan kerabat."
Keesokan harinya, Rasulullah S.A.W. bersabda kepada para sahabat, "Nah, kalau pada waktu Badwi itu berkata yang sekasar engkau dengar, kemudian engkau tidak bersabar lalu membunuhnya. Maka, ia pasti masuk neraka. Namun, karena saya bina dengan baik, maka ia selamat."

 Beberapa hari setelah itu, si Badwi mau diperintah untuk melaksanakan tugas penting yang berat sekalipun. Dia juga turut dalam medan jihad dan melaksanakan tugasnya dengan taat dan ridha.

 Rasulullah S.A.W. memberikan contoh kepada kita tentang berlapang dada. Ia tidak panik menghadapi kekasaran seorang Badwi yang memang demikianlah karakternya. Kalau pun saat itu, dilakukan hukuman terhadap si Badwi, tentu hal itu bukan kezhaliman. Namun, Rasulullah S.A.W. tidak berbuat demikian. Beliau tetap sabar menghadapinya dan memberikan sikap yang ramah dan lemah lembut. Pada saat itulah, beliau S.A.W. ingin menunjukkan pada kita bahwa kesabaran dan lapang dada lebih tinggi nilainya daripada harta benda apa pun. Harta, saat itu, ibarat sampah yang bertumpuk yang dipakai untuk suguhan unta yang ngamuk. Tentu saja, unta yang telah mendapatkan kebutuhannya akan dengan mudah dapat dijinakkan dan bisa digunakan untuk menempuh perjalan jauh.

 Adakalanya, Rasulullah S.A.W. juga marah. Namun, marahnya tidak melampaui batas kemuliaan. Itu pun ia lakukan bukan karena masalah pribadi. Melainkan, karena kehormatan agama Allah.
Rasulullah S.A.W. bersabda, "Memaki-maki orang muslim adalah fasik (dosa), dan memeranginya adalah kufur (keluar dari Islam)." (HR. Bukhari)

 Sabdanya pula, "Bukanlah seorang mukmin yang suka mencela, pengutuk, kata-katanya keji dan kotor." (HR. Turmudzi).

 Seorang yang mampu mengendalikan nafsu ketika marahnya berontak, dan mampu menahan diri di kala mendapat ejekan. Maka, orang seperti inilah yang diharapkan menghasilkan kebaikan dan kebajikan bagi dirinya maupun masyarakatnya.

 Seorang hakim yang tidak mampu menahan marahnya, tidak akan mampu memutuskan perkara dengan adil. Dan, seorang pemimpin yang mudah tersulut nafsu marahnya, tidak akan mampu memberikan jalan keluar bagi rakyatnya. Justru, ia akan senantiasa memunculkan permusuhan di masyarakatnya. Begitu pun pasangan suami-isteri yang tidak memiliki ketenangan jiwa. Ia tidak akan mampu melayarkan laju bahtera hidupnya. Karena, masing-masing tidak mampu memejamkan mata atas kesalahan kecil pasangannya.

 Bagi orang yang imannya telah tumbuh dengan suburnya dalam dadanya. Maka, tumbuh pula sifat-sifat jiwa besarnya. Subur pula rasa kesadarannya dan kemurahan hatinya. Kesabarannya pun bertambah besar dalam menghadapi sesuatu masalah. Tidak mudah memarahi seseorang yang bersalah dengan begitu saja, sekalipun telah menjadi haknya.

 Orang yang demikian, akan mampu menguasai dirinya, menahan amarahnya, mengekang lidahnya dari pembicaraan yang tidak patut. Wajib baginya, melatih diri dengan cara membersihkan dirinya dari penyakit-penyakit hati. Seperti, ujub dan takabur, riya, sum’ah, dusta, pengadu domba dan lain sebagainya. Dan menyertainya dengan amalan-amalan ibadah dan ketaatan kepada Allah, demi meningkatkan derajat yang tinggi di sisi Allah S.W.T.

 Dari Abdullah bin Shamit, Rasulullah S.A.W. bersabda, "Apakah tiada lebih baik saya beritahukan tentang sesuatu yang dengannya Allah meninggikan gedung-gedung dan mengangkat derajat seseorang?" Para sahabat menjawab, "Baik, ya Rasulullah." Rasulullah saw bersabda, "Berlapang dadalah kamu terhadap orang yang membodohi kamu. Engkau suka memberi maaf kepada orang yang telah menganiaya kamu. Engkau suka memberi kepada orang yang tidak pernah memberikan sesuatu kepadamu. Dan, engkau mau bersilaturahim kepada orang yang telah memutuskan hubungan dengan engkau." (HR. Thabrani).

 Sabdanya pula, "Bahwasanya seorang hamba apabila mengutuk kepada sesuatu, naiklah kutukan itu ke langit. Lalu, dikunci pintu langit-langit itu buatnya. Kemudian, turunlah kutukan itu ke bumi, lalu dikunci pula pintu-pintu bumi itu baginya. Kemudian, berkeliaranlah ia kekanan dan kekiri. Maka, apabila tidak mendapat tempat baru, ia pergi kepada yang dilaknat. Bila layak dilaknat (artinya kalau benar ia berhak mendapat laknat), tetapi apabila tidak layak, maka kembali kepada orang yang mengutuk (kembali ke alamat si pengutuk)." (HR. Abu Dawud).